Senin, 13 September 2010

Indoktrinasi

Indoktrinasi adalah sebuah proses yang dilakukan berdasarkan satu sistem nilai untuk menanamkan gagasan, sikap, sistem berpikir, perilaku dan kepercayaan tertentu. Praktik ini seringkali dibedakan dari pendidikan karena dalam tindakan ini, orang yang diindoktrinasi diharapkan untuk tidak mempertanyakan atau secara kritis menguji doktrin yang telah mereka pelajari. Instruksi berdasarkan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan, khususnya, tak dapat disebut indoktrinasi karena prinsip-prinsip dasar ilmu pengetahuan menuntut evaluasi diri yang kritis dan sikap bertanya yang skeptis terhadap pikiran sendiri.

Indoktrinasi merujuk kepada serangkaian kegiatan yang berbeda-beda, sehingga upaya mencari definisi yang tunggal menjadi sulit. Di bidang psikologi, sosiologi, dan penelitian pendidikan, istilah-istilah yang lebih tepat seringkali lebih dipilih, termasuk (namun tak terbatas pada): sosialisasi, propaganda, manipulasi, dan cuci otak.

Indoktrinasi agama merujuk kepada ritual peralihan yang tradisional untuk mengindoktrinasi seseorang ke dalam suatu agama tertentu dan komunitasnya. Kebanyakan kelompok agama mengajarkan anggota-anggotanya yang baru tentang prinsip-prinsip agama tersebut. Hal ini biasanya tidak disebut sebagai indoktrinasi karena konotasi negatif kata tersebut. Agama misteri membutuhkan suatu masa indoktrinasi sebelum seseorang dapat memperoleh akses kepada pengetahuan esoterik.

Noam Chomsky menyatakan, "Bagi mereka yang gigih mencari kemerdekaan, tak ada tugas yang lebih mendesak daripada memahami mekanisme dan praktik-praktik indoktrinasi. Semuanya ini mudah ditemukan dalam masyarakat-masyarakat totaliter, namun lebih sulit dalam sistem 'cuci otak di dalam kebebasan' yang menguasai kita semua dan yang seringkali kita layani sebagai alat-alat yang suka rela atau yang tidak menyadarinya."

Robert Jay Lifton berpendapat bahwa tujuan dari frasa atau slogan-slogan seperti "darah untuk minyak," atau "sikat dan lari," tidak dimaksudkan untuk melanjutkan percakapan yang reflektif, melainkan menggantikannya dengan frasa-frasa yang menggugah emosi. Teknik ini diisebut klise pembunuh pikiran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar